PATI DAN SERAT PADA UMBI-UMBIAN
I. Prinsip
Mengamati hasil isolasi pati dan serat pada umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, talas, kentang, bengkuang).
II. Alat dan bahan
Alat yang digunakan yaitu: Parutan untuk menghaluskan bahan, baskom kecil sebagai wadah dari bahan, pengaduk untuk mengaduk bahan agar homogeny, dan gelas kaca sebagai wadah pengujian serat dan pati
Bahan yang digunakan adalah Manihot utilissima (Ubi kayu), Ipomea batatas (Ubi jalar),Colocasia esculenta (Talas), Solanum tuberosum (Kentang), Pachyrhizus erosus (Bengkuwang)
III. Cara kerja
Dikupas kulit luar bahan dan diparut dengan digunakan pemarut. Dimasukkan hasil parutan kedalam gelas kaca, dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 1. Hasil campuran dihomogenkan dengan cara diaduk hingga rata. Setelah homogen, campuran disaring sebanyak 2 kali. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam gelas kaca lain yang telah disediakan dan diberi label kemudian di diamkan selama beberapa menit sampai terbentuk endapan. Diamati dan dicatat hasil yang diperoleh kemudian tentukan pati dan seratnya.
IV. Hasil dan pembahasan
4.1 Hasil pengamatan
Dari praktikum yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengamatan pati dan serat pada umbi-umbian.
No
|
Perlakuan
|
Warna pati
|
Warna serat
|
Kadar pati
|
Kadar air
|
1
|
Bengkuang
|
Putih cerah
|
Putih
|
(**)
|
(****)
|
2
|
Kentang
|
Orange keputih-putihan
|
Orange
|
(*)
|
(***)
|
3
|
Ubi Jalar
|
Pati berwarna cokelat keputihan
|
Serat berwarna cokelat
|
(***)
|
(*)
|
4
|
Ubi Kayu
|
Berwarna putih susu
|
Berwarna kuning cream
|
(****)
|
(**)
|
5
|
Talas
|
Pati berwarna putih susu
|
Serat berwarna putih susu
|
(****)
|
(*)
|
Ket: (*)
(*) : Sangat sedikit
(**) : Sedikit
(***) : Banyak
(****) : Sangat banyak
4.1.1 Gambar hasil pengamatan pati dan serat pada umbi-umbian.


(a) (b)


(c) (d)

(e)
Gambar 1. Serat tidak larut. (a) Talas, (b) Kentang, (c) Ubi jalar, (d) Ubi kayu, (e) Bengkuang



(a) (b) (c)


(d) (e)
Gambar 2. Waktu ke 1. (a) Talas, (b) Kentang, (c) Ubi jalar, (d) Ubi kayu, (e) Bengkuang



(a) (b) (c)


(d) (e)
Gambar 3. Waktu ke 2. (a) Talas, (b) Kentang, (c) Ubi jalar, (d) Ubi kayu, (e) Bengkuang



(a) (b) (c)


(d) (e)
Gambar 4. Waktu ke 3. (a) Talas, (b) Kentang, (c) Ubi jalar, (d) Ubi kayu, (e) Bengkuang
4.2 Pembahasan
Pada pratikum ini, dilakukan isolasi serat dan pati pada umbi-umbian, terdapat perbedaan kadar serat dan pati antara beberapa bahan yang telah diuji. Pada kentang terdapat kadar pati lebih sedikit dibandingkan yang lainnya, kadar air lebih banyak, terjadi Browning pada kentang karena reaksi oksidasi oleh senyawa fenol. Serat berawarna orange, pati berwarna orange keputih-putihan. Pati mengendap di dasar gelas dan serat halus di bagian atas. Pada talas, serat berwarna putih susu, pati lebih banyak dibanding yang lain, pati berwarna putih susu. Lebih banyak mengandung amilopektin sehingga kental (Gelatinisasi). Pada ubi jalar, air berwarna cokelat dan jelas terpisah, pati berwarna cokelat keputihan dan berada pada bagian atas gelas. Pati lebih banyak dibandingkan pati kentang. Serat berwarna cokelat. Pada ubi kayu, jumlah pati lebih banyak dibandingkan kentang dan ubi jalar. Pati berada didasar gelas berwarna putih susu. Jumlah serat lebih sedikit dibandingkan ubi jalar dan kentang dan berwarna kuning cream. Pada bengkuang, dapat diamati pada tabel dan gambar bahwasanya pati berwarna putih cerah dan serat berwarna putih. Kadar pati pada bengkuang lebih banyak daripada kadar pati kentang serta memiliki kadar air yang lebih banyak dibandingkan dengan umbi-umbi yang lain.
Semua bahan yang digunakan ternyata memiliki serat dan pati. Pati paling banyak terdapat pada talas karena banyak mengandung amilopektin, sedangkan yang paling sedikit adalah pada gerusan kentang. Pati semua bahan yang diujikan mengendap di dasar gelas.
Pati bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa dalam jangka panjang. Pati digunakan sebagai bahan untuk memekatkan makanan cair seperti sup. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetik. Pati terbagi dua yaitu pati terlarut dan pati yang mengendap. Pati yang terlarut larut bersama kadar air, masing-masing terdapat di bagian atas (permukaan atas) dari larutan bersama dengan serat halus. Persamaan antara pati dan serat adalah sama-sama termasuk karbohidrat. Pati dapat berfungsi sebagai sumber energi, mencegah penggunaan protein menjadi energi karena protein lebih bagus untuk menyusun membran sel, organel-organel, detoksifikasi zat racun, mengandung ribosa yang merupakan penyusun DNA (Fessenden, 1997).
Pati dan serat memiliki beberapa perbedaan diantaranya: pati memiliki tekstur yang halus sedangkan serat teksturnya kasar. Pati mengandung amilosa (ikatan lurus) dan amilopektin (ikatan bercabang) sedangkan serat mengandung selulosa yang memberikan sifat keras, hemiselulosa, dan pektin. Perbedaan lainnya terlihat dari fungsi, pati fungsinya sebagai sumber energi, mencegah penggunaan protein, detoksifikasi zat racun, penyusun DNA dan organel sel, sedangkan serat berfungsi sebagai pelancar pencernaan, menyerap lemak, menambah kadar feses, dan mengurangi kadar kolesterol (Goutara, 1985).
Berdasarkan literatur dapat diketahui bahwa serat adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Contohnya yang paling banyak ditemui yaitu pada serat kain. Serat merupakan material yang sangat penting dalam ilmu Biologi baik hewan maupun tumbuhan sebagai pengikat dalam tubuh. Serat berguna bagi manusia dalam banyak hal seperti untuk membuat tali, kain, atau kertas. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan (Fessenden, 1997).
Para ahli membagi serat menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble dietary fiber) dan serat tidak larut air (insoluble dietary fiber). Serat larut air adalah serat makanan yang dapat larut dalam air hangat dan dapat diendapkan. Serat makanan tidak larut dapat meningkatkan konsistensis feses dan laju makanan (Goutara, 1985)
Serat terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan kitin yang merupakan penyusun dinding sel sedangkan pati dapat menghasilkan energi dengan melakukan hidrolisis selulosa (polisakarida) menjadi disakarida atau monosakarida. Serat berfungsi untuk melancarkan pencernaan, menambah jumlah feses, menyerap lemak yang berlebihan dalam tubuh dan mengurangi kadar kolesterol di dalam tubuh. Cara serat mengurangi kadar lemak di dalam tubuh adalah dengan cara berikatan antara serat dengan empedu (bilirubin), kemudian menyerap lemak. Saat berikatan dengan serat, maka kadar bilirubin berkurang di dalam empedu sehingga posisinya digantikan oleh serat (Jacobs dan Delcour, 1998).
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O2 dan O-6. Rantai lurus amilosa yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan hidrogen-inter dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya struktur hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal amilosa mirip dengan siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada permukaan dalamnya (Chaplin, 2002).
Talas merupakan umbi berbentuk silinder atau lonjong sampai agak bulat. Kulit talas berwarna kemerahan, kasar dan terdapat bekas pertumbuhan akar dan warna dagingnya putih keruh. Kandungan kimia dalam talas dipengaruhi oleh varietas, iklim, kesuburan tanah dan umur panen. Umbi talas segar terdiri dari air dan karbohidrat (Dewi, 1980)
Ubi kayu, ubi jalar, talas dan kentang memiliki kadar pati yang berbeda. Kadar pati dari bahan yang dipratikumkan sangat berbeda. Kadar pati talas adalah 18,2% (pati yang dapat dicerna), kadar amilosa 23,12% dan kadar hidrat 28,2%. Ubi jalar memiliki kadar pati 20% dan amilosa 15-25%. Ubi kayu memiliki kadar pati 29%, namun ada juga yang menyebutkan kadar pati pada ubi kayu 25-30% dan air 60%. Sedangkan kadar pati pada kentang adalah 18%, air 80% dan amilosa berupa amilopektin. Karbohidrat merupakan kandungan utama dari ubi jalar, selain itu ubi jalar juga mengandung vitamin, mineral, antioksidan dan serat (Santosa et al, 1997).
Ubi jalar atau ketela rambat atau sweet potato (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya. Dari umbi ini dapat pula dibuat tepung tapioka (Purwati, 2006).
V. Kesimpulan
Berdasarkan pratikum yang dilakukan mengenai pati dan serat pada berbagai bahan makanan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kadar pati pada ubi talas paling tinggi dari semua jenis bahan makanan, kemudian ubi kayu, ubi jalar, bengkuang dan yang paling sedikit yaitu kadar pati pada kentang.
2. Perbedaan pati dan serat dapat dilihat dari teksturnya, dimana pati teksturnya lebih halus sedangkan serat teksturnya kasar.
3. Pati terpisah jelas dengan serat pada semua jenis bahan makanan dimana pati selalu mengendap di bawah dan serat di bagian atas.
4. Kadar pati pada talas lebih banyak dari yang lainnya dapat dilihat pada lamanya waktu dari isolasi talas untuk mencapai kebeningan dari talas yang dilarutkan. Selain itu, talas juga memiliki kadar kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan dari bahan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin. 2002. Physical Chemistry 4th ed. Mc.Graw Hill Book Company: New York.
Dewi Sabita Slamet dan Ignatus Tarwotjo. 1980. Majalah Gizi dan Makanan Jilid 4 hal 26. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI
Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik II,edisi ketiga. Jakarta: Erlangga
Goutara dan S,Wisandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula I dan II. Bogor: Fateta IPB
Jacobs, Delacour. 1998. Organic Chemistry. Mc. Graw Hill Book Company: New York.
Martono. 2005. Karbohidrat Zat yang Sangat Penting. Sastra Hudaya: Jakarta
Purwati,A. 2006. Singkong Berpotensi Jadi Bahan Baku Energi. http://www.trubus.online.com/manfaatsingkong/purwati.html/2 November 2012
Sudarmadji. 1996. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis. Andi: Yogyakarta.
Soeharsono. 1978. Biokimia : Protein, Enzim, Asam Nukleat. ITB : Bandung.
Whistler, R.L. 1984. History and Expectation of Starch Use. Tapioca, Arrowroot, and Sago Starches: Production).Starch. Chemistry and Technology. UK: Academic Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar