PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Posisi
geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan benua
Australia menyebabkan Indonesia dinobatkan sebagai negara megabiodiversitas
kedua di dunia setelah Brazil yang juga memiliki jenis-jenis reptil yang
beragam. Reptil ditemukan di semua pulau-pulau di Indonesia mulai dari dataran
rendah sampai dataran tinggi. Reptil memiliki penyebaran yang lebih beragam.
Reptil bersifat ektoterm dan poikilotherm yang berarti mereka
menggunakan sumber panas dari lingkungan untuk memperoleh energi. Beberapa
reptil besar seperti buaya, penyu dan kadal besar bahkan mencapai tingkat
homeothermy, yaitu suhu mereka tidak terlalu berfluktuasi dengan lingkungan.
Hal ini disebabkan oleh adanya proses giganthothermy, dimana hewan yang sangat
besar akan mempertahankan suhu badan konstan dengan sedikit masukan dari
lingkungan. Hewan poikilotherm memiliki metabolism rendah, Oleh karena itu,
mereka mampu tidak makan dalam waktu yang relatif lama. Sebagai contoh,
beberapa jenis ular dapat makan hanya satu bulan sekali. (Mirza, 2010 ).
Reptilia merupakan sekelompok vertebrata yang menyesuaikan diri di tempat
yang kering. Penandukan untuk menjaga banyak hilangnya cairan tubuh pada tempat
yang kering. Namun, kelas ini diambil dari cara hewan berjalan yaitu reptum
yang artinya melata atau merayap. Studi tentang reptil disebut herpetology.
Reptil mempunyai ciri tubuh dibungkus
oleh lapisan yang menanduk (tidak licin) biasanya dengan karapace atau sisik,
mempunyai dua pasang anggota gerak yang masing-masing lima jari dengan
kuku-kuku yang cocok untuk berlari, mencengkeram dan naik pohon, skeleton
mengalami penulangan secara sempurna, Tempurung kepala mempunyai satu concylus
occipitalis, jantung tidak sempurna, terdiri atas empat ruang, dua auricula dan
dua ventrikulus, pernapasan selalu dengan paru-paru, pada penyu bernapas juga
dengan kloaka, mempunyai dua belas nevricranialis, suhu tubuh tergantung pada
lingkungan (poikiloterm), fertilisasi internal, segmental secara meroblastik,
Mempunyai membran embrionic (amnion, chorion, yolk sace dan alntois). Anak-anak
lahir mirip dengan dewasa, tidak ada metamorfosis ( Jasin, 1992).
Berdasarkan
uraian itulah praktikum ini dilaksanakan untuk dapat mengerti jenis – jenis
amphibi dan dapat membedakan ciri morfologis yang ada.Oleh karena itu, dalam
praktikum ini kita membutuhkan pengetahuan tentang taksonomi dan
proses-prosesnya seperti pembuatan klasifikasi dan identifikasi sehingga kita
bisa memahami dan menyelesaikan pengamatan objek praktikum dengan baik.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
dari praktikum identifikasi, morfologi dan kunci
determinasi kelas amphibia ini adalah mengetahui karakter-karakter umum dari sifat
sifat kelas reptilia, mengetahui bentuk morfologi dari kelas reptiliaia, mengetahui karakter dan sifat-sifat untuk pengidentifikasian,
pengklasifikasian dan mengetahui jenis-jenis dari kelas reptilian.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Reptilia
menunjukkan kemajuan dibandingkan amphibia. Hal ini ditunjukkan dengan mempunyai
penutup tubuh yang kering dan berupa sisik yang merupakan penyesuaian hidup
menjauh air. Extremitas cocok untuk gerak cepat, adanya kecendrungan ke arah
pemisahan darah yang beroksigen dalam jantung, sempurnanya proses penulangan,
telur sesuai sekali untuk pertumbuhan darah, mempunyai membran dan cangkang
guna untuk melindungi embrio. Bentuk luar tubuh reptilia bermacam-macam yaitu
ada yang bulat pipih (kadal, buaya), umumnya tubuh dapat terbagi atas cephal,
cervix, truncus dan caudal. Pada beberapa anggota ordo atau
sub-ordo tertentu kulit dapat mengelupas atau melakukan pergantian kulit baik
secara total yaitu pada anggota sub-ordo Ophidia dan pengelupasan sebagian pada
anggota sub-ordo Lacertilia. Sedangkan pada ordo Chelonia dan Crocodilia sisiknya
hampir tidak pernah mengalami pergantian atau pengelupasan.Kulit pada reptil
memiliki sedikit sekali kelenjar kulit (Jasin, 1992).
Reptilia memiliki ciri
– ciri khusus yaitu tubuh dibungkus oleh kulit kering yang menanduk (tidak
licin), biasanya dengan sisik atau carapace, beberapa ada yang memiliki
kelenjar dipermukaan kulit, dua pasang anggota extremitas yang masing-masingnya
memiliki lima jari dengan kuku-kuku yang cocok untuk berlari, mencengkram dan
naik pohon. Golongan reptilia yang masih hidup di air, kakinya menyerupai
bentuk dayung bahkan pada ular tidak memiliki kaki sama sekali (Pope, 1956).
Hewan-hewan reptilia kulitnya kering
bersisik terdiri dari lempeng-lempeng tanduk (rangka luar dari bahan tulang).
Umumnya mempunyai dua pasang kaki yang masing-masing mempunyai lima jari yang
bercakar, tetapi pada jenis-jenis tertentu kakinya mereduksi atau tidak ada
sama sekali. Jantungnya mempunyai empat ruangan dan kanan belum sempurna.
Habitat di darat, air tawar dan laut, di daerah tropis dan temperata. Hidup
pada zaman permian sampai sekarang (Djuhanda, 1982).
Squamata dibedakan
menjadi tiga sub ordo yaitu subordo Lacertilia atau Sauria, Subordo Serpentes
atau Ophidia dan subordo Amphisbaenia. Adapun ciri-ciri umum anggota ordo
Squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari bahan
tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang disebut molting. Sebelum mengelupas, stratum
germinativum membentuk lapisan kultikula baru di bawah lapisan yang lama. Pada
Subordo Ophidia, kulit atau sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan
pada Subordo Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian.Bentuk dan susunan
sisik-sisik ini penting sekali sebagai dasar klasifikasi karena polanya
cenderung tetap. Pada ular sisik ventral melebar ke arah transversal, sedangkan
pada tokek sisik mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum (Rodrigues, 2003).
Kura-kura dan penyu adalah hewan bersisik berkaki empat yang tergolong
reptilia, Ordo testudinata (Chelonia) ini khas dan mudah dikenali atas dua
bagian yaitu bagian yang menutupi punggung dinamakan karapace dan bagian bawah
perut dinamakan plastron, kemudian setiap bagian ini terdiri dari dua lapis,
bagian luar biasanya berupa sisik dan keras, sementara lapis bagian bawah dalam
berupa lempeng yang tersusun rapat seperti tempurung, pengeecualian terdapat
pada kelompok labi-labi yang lapis luarnya tiada bersisik dan digantikan oleh
lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya (Marthey, 1997).
Ordo sauria termasuk didalamya biawak,
londok, tokek, dan cecak memiliki epidermis menanduk dan tubuh berbentuk
silindris, hemipenis adalah ganda, makananya berupa insecta atau vertebrata
lain (Jasin, 1992). Lacertilia umumnya adalah hewan
pentadactylus dan bercakar, dengan sisik yang bervariasi. Sisik tersebut terbuat
dari bahan tanduk namun ada pula yang sisiknya termodifikasi membentuk
tuberkulum, dan sebagian lagi menjadi spina. Sisik-sisik ini dapat mengelupas. Pengelupasannya
berlangsung sebagian dalam artian tidak semua sisik mengelupas pada saat yang
bersamaan (Zug, 1993).
Ordo Lacertilia secara umum berkembang biak dengan bertelur
dan fertilisasinya secara internal. Biawak berkembang biak dengan bertelur.
Sebelum mengawini betinanya, biawak jantan biasanya berkelahi terlebih dahulu
untuk memperlihatkan penguasaannya. Telur-telur biawak disimpan di pasir atau
lumpur di tepian sungai bercampur dengan daun-daun busuk dan ranting. Panas
dari matahari dan proses pembusukan sarasah akan menghangatkan telur sehingga
menetas (Zug, 1993).
Ordo serpentes dikenal dengan keunikannya yaitu merupakan
Reptilia yang seluruh anggotanya tidak berkaki (kaki tereduksi) dari ciri-ciri
ini dapat diketahui bahwa semua jenis ular termasuk dalam ordo ini. Ciri lain
dari ordo ini adalah seluruh anggotanya tidak memiliki kelopak mata. Sedangkan
fungsi pelindung mata digantikan oleh sisik yang transparan yang menutupinya.
Berbeda dengan anggota Ordo Squamata yang lain, pertemuan tulang rahang
bawahnya dihubungkan dengan ligament elastis (Zug, 1993).
Ordo Chelonia memiliki
ciri-ciri tubuh bulat pipih dan umumnya relatif besar, terbungkus oleh perisai.
Perisai sebelah dorsal cembung disebut carapace, sedang perisai di
sebelah ventral datar disebut plastron. Kedua bagian perisai ini digabungkan
pada bagian lateral bawah, dibungkus oleh kulit dengan lapisan tanduk yang
tebal. Hewan ini tidak memiliki gigi, tapi rahang berkulit tanduk sebagai
gantinya. Tulang kuadrat pada cranium mempunyai hubungan bebas dengan rahang
bawah, sehingga rahang bawah mudah digerakkan. Tulang rahang bagian belakang
thorax dan tulang rusuk biasanya menjadi satu dengan perisai, ovipar, telur
yang diletakkan dalam lubang pasir atau tanah.Extremitas sebagai alat gerak,
baik di darat ataupun air. Kloaka dapat berfungsi dalam pernafasan di air (Marthey, 1997).
Ordo Rhynchocephalia
yang masih hidup sampai sekarang mempunyai bentuk seperti kadal, berkulit
tanduk dan bersisik, bergranula dan punggungnya memiliki duri yang
pendek.Tulang rahang mudah digerakkan. Columna vertebralisnya adalah
amphicoela, memiliki costae abdominalis.Spesies ini tidak terdapat di
Indonesia. Contoh yang masih hidup sampai sekarang adalah Sphenodon punctatum atau sering disebut dengan Tuatura. Spesies ini
memiliki panjang kurang lebih tiga puluh inchi (Iskandar, 2000).
Crocodilia mencakup hewan reptil yang berukuran
paling besar di antara reptil lain. Kulit mengandung sisik dari bahan
tanduk.Kepala berbentuk piramida, keras dan kuat, dilengkapi dengan gigi-gigi
runcing bertipe gigi tecodont.Mata kecil terletak di bagian kepala yang
menonjol ke dorso-lateral. Pupil vertikal dilengkapi selaput mata, tertutup
oleh lipatan kulit yang membungkus tulang sehingga lubang tersebut hanya nampak
seperti celah.Lubang hidung terletak pada sisi dorsal ujung moncong dan
dilengkapi dengan suatu penutup dari otot yang dapat berkontraksi secara
otomatis pada saat buaya menyelam.Ekor panjang dan kuat. Tungkai relatif pendek
tetapi cukup kuat. Tungkai belakang lebih panjang, berjari 4 dan berselaput.
Tungkai depan berjari 5 tanpa selaput (Iskandar, 2000).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum identifikasi,
morfologi dan kunci identifikasi reptilia ini dilaksanakan pada hari Senin
18 Maret 2013 di Laboratorium Taksonomi
Hewan Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
3.2
Alat dan Bahan
Pada praktikum
identifikasi, morfologi dan kunci determinasi kelas reptilia ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk membantu
dalam praktikum antara lain bak bedah, vernier caliper, penggaris, timbangan digital
dan alat tulis. Bahan atau objek yang di pakai adalah
Eutropis rudis, Hemidactylus platyurus, Gecko monarchus, Dagonia subplana, Cyclemys dentata, Gonyocephalus grandis, Bronchocella cristatella.
3.3
Cara Kerja
Cara
kerja dalam praktikum kali ini adalah, pertama reptilia yanga akan ndiamati
diletakkan pada bak bedah yang telah disediakan dengan kepala menghadap ke
kiri, lalu dilakukan pengamatan morfologis pada reptilia tersebut dimana
pengamatan ini meliputi perhitungan sebagai berikut, lebar kepala, panjang
standar, panjang badan, panjang ekor, panjang lengan depan, panjang lower fet
length depan, floot, panjang lengan belakang, panjang TFL (tuberkulus pada
lateral fold), floot, panjang kepala,
tebal kepala dan warna tubuh kemudian
buat klasifikasinya secara lengkap serta buat kunci determinasinya.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi
4.1.1 Eutropis rudis Kuhl, 1820
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Filum :
Cordata
Subfilum :
Vertebrata
Kelas :
Reptilia
Ordo :
Squamata
Famili :
Scincidae Gambar 1. Eutropis rudis
Genus :
Eutropis
Spesies :
Eutropis rudis Kuhl, 1820 (Das, 2001)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut, kadal ini memiliki panjang kepala (PK) 21,4 mm, lebar
kepala (LK) 14,4 mm, panjang badan (PB) 79,4 mm, panjang ekor (PE) 186 mm,
panjang standar 88 mm, panjang lengan depan (PLD) 105 mm, panjang LFL depan 8,4
mm, floot depan 12 mm, panjang lengan belakang 15 mm, panjang LFL belakang 10,6
mm, floot belakang 15,2 mm, tebal kepala(-). Eutropis rudis memiliki tubuh dorsal berwarna peruggu, pinggir
coklat dan abdominal kuning.
Kadal
ini hidup di daerah tanah basah atau lembab. Tubuhnya terbagi menjadi tiga
bagian yaitu kepala (caput) yang terdiri dari mata, lubang hidung dan telingga.
Badan (truncus) yang terdiri dari telingga hingga kloaka dan yang terakhir
yaitu bagian ekor (cauda) yang memiliki bentuk bulat meruncing ke ujung. Kadal
mempunyai sepasang anggota depan (extrimitas anterior) dan sepasang anggota belakang
(extrimitas posterior). Masing-masing terdiri atas lima jari dan kuku-kuku yang
cocok untuk berlari, mencengkeram, dan naik ke pohon (Pough, 1998).
Tubuh
Eutropis rudis memanjang tertekan lateral, kaki empat,
kuat dapat digunakan untuk memanjat.madibula bersatu dengan anterior. Tulang
pterigoid berkotak dengan tulang kuadrat. Kelopak mata dapat digerakkan. Sabuk
pektoral berkembang dengan baik. Mulut lengkap. Mempunyai kandung kemih.
Gendang telinga terlihat dari luar. Ekornya digunakan untuk keseimbangan gerak
ketika berlari. Kulit tertutup sisik yang tersusun seperti susunan genting,
sisik-sisik ini lunak. Terdapat 3.000 spesies, ekor tidak menulang secara
sempurna, ekor mudah putus, tetapi cacat mengalami regenerasi. Columna
vertebrae terbagi menjadi servikal, toraks, lumbar, sacral, dan kaudal. Ada tulang
rusuk yang bebas. Tulang-tulang sebagian terdiri atas kartilago. Kolumna
vertebralis dengan otot-otot segmental yang nampak jelas (Djarubito,
1996).
4.1.2 Hemidactylus
platyurus Dumeril
& Bibron, 1836
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum :
Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Geckonidae Gambar 2. Hemidactylus platyurus
Genus : Hemidactylus
Spesies : Hemidactylus platyurus Dumeril
& Bibron, 1836 (Weber, 1995)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut, Hemydactylus platyurus memiliki panjang kepala (PK) 19 mm,
lebar kepala (LK) 15 mm, panjang badan (PB) 46,8 mm, panjang ekor (PE) 70,1 mm,
panjang standar 60 mm, panjang lengan depan (PLD) 9 mm, panjang LFL depan 7 mm,
floot depan 7 mm, panjang lengan belakang 12 mm, panjang LFL belakang 12 mm,
floot belakang 10 mm, tebal kepala 15, warna tubuh cream.
Pengamatan yeng dilakukan sedikit mirip dengan deskripsi dari
Iskandar(2000) bahwa Hemydactylus platyurus yang biasa menempel di dinding ataupun di loteng, memiliki
warna kepala cream, warna pada mulut coklat, memiliki gigi dengan tipe
acrodont, bagian punggung berwarna abu-abu, memiliki hemiclitoris, bagian perut
berwarna kuning. Jenis ini sangat umum dijumpai, dikenal
sebagai cicak rumah biasa, terutama dijumpai sekitar perumahan. Seringkali
terlihat aktif di siang hari. Jenis ini terdistribusi sangat luas, yaitu
meliputi Asia Selatan, Thailand, Malaysia, Indonesia, Philiphina, Papua New
Guinea, Australia and Pasifik dan di Halmahera dijumpai di Halamahera Barat,
Timur dan Selatan (Iskandar, 2000).
Cicak rumah yang diamati pada praktikum ini adalah cecak rumah yang
biasa menempel di dinding ataupun di loteng, memiliki warna kepala abu-abu
gelap, warna pada mulut coklat, memiliki gigi dengan tipe acrodont, bagian
punggung berwarna abu-abu dengan bercak hitam, memiliki hemiclitoris, bagian
perut berwarna kuning coklat. (McCurley,
K. 1999)
Sama halnya dengan kadal, cecak juga termasuk ordo sauria memiliki
ciri-ciri tulang-tulang quadratum yang melekat pada tengkorak, sedangkan bagian
ujungnya bebas, lengkung temporal ada, atau menghilang, dua belahan dari ujung
bawah bersatu pada bagian depan dengan kokoh, gigi tidak ada dalam alveoli
(Iskandar, 2000)
4.1.3 Dogonia subplana Geoffroy, 1809
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Filum :
Cordata
Subfilum :
Vertebrata
Kelas :
Reptilia
Ordo :
Chelonia
Famili :
Trionycidae Gambar 3. Dogonia subplana
Genus :
Dogania
Spesies :
Dogonia subplana Geoffroy, 1809 (Iskandar,
2000)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan,
maka didapatkan data sebagai berikut: Dogania subplana memiliki karapaks,
panjang 190 mm, lebar kepala 145 mm, panjang kepala 120 mm, panjang ekor 25 mm,
panjang kaki belakang 105 mm, panjang kaki depan 100 mm, warna tubuh hitam.
Labi-labi termasuk ordo dari Chelonia
(Penyu), berdasarkan dari ciri-ciri dari ordo ini adalah , reptil dengan
skeleton yang sebagian bermodifikasi menjadi karapks (perisai dorsal) dan
plastron (persai ventral). Rahang-rahang tidak bergigi, tetapi berzat tanduk.
Hidup dilaut, di air tawar, atau di darat. Tubuh lebar, karapaks keras dan
bersatu di sisi tubuh dengan plastron. Perisai tertutup dengan skutum
polygonal. Tulang kuadrat tidak dapat digerakkan. Rusuk-rusuk bersatu dengan
perisai dorsal. Anus berupa celah mellintang (Djarubito, 1996).
Menurut Salsabila (1986) labi-labi hidup di rawa-rawa,
danau, sungai dan dapat pula hidup di kolam yang suhu airnya berkisar 25-30 o C.
Habitat yang disukai adalah
perairan tergenang dengan dasar perairan
lumpur berpasir , terdapat batu-batuan dan tak terlalu dalam. Labi-labi
biasanya menyukai perairan yang banyak dihuni oleh hewan air (molusca, ikan,
crustacea dan lain-lain) serta pada
permukaan airnya terdapat tumbuh-tumbuhan air seperti enceng gondok, salvinia,
monochorida, teratai dan lain-lainnya karena dapat menjadi bahan makanan di
dalam air.
Labi-labi berkembang biak dengan
bertelur (ovivar). Alat reproduksi labi-labi jantan berupa penis yang terletak pada dinding ventral
rotodenum dan pembuahan dilakukan secara internal. Untuk membedakan labi-labi jantan dan betina
secara mudah dapat dilihat dari bentuk ekor. Pada labi-labi jantan bentuk ekor
memanjang sehingga ujungnya banyak terlihat diluar cangkangnya, Sebaliknya pada
labi-labi betina bentuk ekor lebih pendek sehingga tidak tampak di luar
cangkangnya. Kematangan gonad biasanya
terjadi pada bulan Mei dan Juni pada saat temperatur air berkisar 20 o
C, dua minggu kemudian betina akan
memijah dan kemudian bertelur di darat di tempat yang berpasir (Iskandar, 2000).
4.1.4 Gekko
monarchus Schlegel, 1836
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Gekkonidae
Genus : Gekko Gambar 4. Gekko monarchus
Species : Gekko monarchus Schlegel, 1836 (Dumeril, 2011)
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Gekkonidae
Genus : Gekko Gambar 4. Gekko monarchus
Species : Gekko monarchus Schlegel, 1836 (Dumeril, 2011)
Dari hasil pengamatan diperoleh hasil sebagai
berikut lebar kepala 17, 5 mm, panjang standar 83 mm, panjang badan 48 mm,
panjang ekor 85 mm, panjang lengan depan 11 mm, Panjang LFL 11 mm, floot depan
9 mm, panjang lengan belakang 15 mm, panjang LFL belakang 13 mm, floot belakang
12 mm, panjang kepala 15 mm, tebal kepala 9,4 mm dan warna tubuh atas coklat
bintik hitam dan putih warna tubuh bagian belakang cream.
Berdasarkan data diatas dapat diamati bahwa ukuran dari pada
s[pesies ini berukuran panjang dengan ekor yang berbentuk gepeng (silinder),
habitat dari spesies yang menjadi objek praktikum di temukan pada pemukiman
manusia atau biasa disebut tokek rumah, hal ini sama dengan literatur Azwar
(2007) bahwa spesies ini merupakan tokek rumah yang ukurann tubuhnya panjang
dengan bentuk ekor yang silinder.
Tokek
rumah berukuran panjang mencapai 95 mm, dan ekor 110 mm. Tubuh berbintil-bintil
berbentuk kerucut tajam, tenggorokan dengan sisik datar, bagian bawah tubuh bersisik
sedang, dan tumpang tindih, jantan dengan femoral pore berpasangan panjang tiga
puluh dua sampai empat puluh (Azwar, 2007).
Pada
bagian ekor pada spesies ini berbentuk selinder, sedikit gepeng, bulatan cincin
(ring) tertutup oleh bintil-bintil, setiap ring tersusun oleh dua belas sampai
empat belas baris sisik atas, tungkai berbintil-bintil, lamellae berlekuk.
Warna abu-abu, bintil-bintil hitam, dua pasang bintil memanjang tubuh bagian
atas, ekor gelap atau dengan garis berwarna terang, bagian bawah keputihan, setiap
sisik terdapat titik coklat gelap. Menempati habitat permukiman. Persebaran:
Kalimantan (Mantangai) (Azwar, 2007).
4.1.5 Gonyocephalus grandis Gray, 1845
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum :
Chordata
Subphylum :
Vertebrata
Kelass :
Reptilia
Ordo :
Squamata
Family :
Agamidae
Genus :
Gonyocephalus Gambar
5. Gonyocephalus grandis
Species :
Gonyocephalus grandis Gunther, 1867 (Gray, 1845)
Hasil data yang diperoleh
kelompok 8 dalam pengukuran dan perhitungan karakter-karakter Gonocephalus grandis (forest drgon) adalah sebagai berikut: lebar kepala 8,41 mm, panjang
standar 124 mm, panjang badan 463 mm, panjang ekor 340 mm, panjang lengan depan 24 mm, panjang
lower fet length depan 33 mm, floot 25 mm,
panjang lengan belakang 38 mm, panjang LFL belakang 33 mm, floot 40 mm, panjang
kepala 41 mm, tebal kepala 16,45 mm, dan warna tubuh coklat belang-belang
dengan kuning kehijauan.
Berdasarkan
data diatas didapatkan bahwa bentuk dari
spesies ini panjang dan ramping dengan panjang tubuh 463 mm yang merupakan
pembeda dari spesies lainnya yang hanya punya panjang tubuh berkisar dibawah 50
mm, pada bagian kulit dari spesies ini
berwarna belang-belang kehijauan, hal ini sama dengan literatur Azwar (2007)
bahwa marga ini dicirikan oleh badan ramping.
Marga ini dicirikan oleh badan ramping, sisik ventral
lebih besar dari sisik dorsal, sisik dorsal biasanya terdapat sisik kasar
tersebar dipermukaan tubuh, menempati habitat dari hutan primer sampai hutan
sekunder (Azwar, 2007).
Ukuran panjang dari moncong sampai ventral 55 mm, ekor 405
mm, moncong lebih panjang dari pada lingkar mata, bibir atas dan bawah 10 atau
13, surai bagian atasnya terpisah.Warna, coklat atau hijau pudar bagian atas,
seragam atau bergais-garis melintang, bagian sisi bergaris coklat atau berbintik-bintik
kuning, betina mempunyai garis gelap dari belakang mata sampai timpanum bertemu
dengan warna terang, bagian bawah kecoklatan atau kekuningan, tenggorokan
kadang-kadang dengan garis gelap (Azwar, 2007).
4.1.6 Bronchocella cristatella Kuhl, 1820
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum :
Chordata
Subphylum :
Vertebrata
Kelas :
Reptilia
Ordo :
Squamata
Family :
Agamidae
Genus :
Bronchocella Gambar
6. Bronchocella cristatella
Species :
Bronchocella cristatella Kuhl, 1820 (Kurniati, 2003)
Hasil data yang diperoleh kelompok 8 dalam pengukuran dan
perhitungan karakter-karakter Brochocella
cristatella (kalilaso) adalah sebagai berikut: lebar kepala 13 mm, panjang
standar 95 mm, panjang badan 65 mm, panjang ekor 32 mm, panjang lengan depan 20 mm, panjang
lower fet length depan 15 mm, floot 24 mm,
panjang lengan belakang 25 mm, panjang LFL belakang 29 mm, floot 25 mm, panjang
kepala 25 mm, tebal kepala 13 mm, dan warna tubuh hijau.
Berdasarkan data diatas tampak bahwa
spesies ini memiliki tubuh yang ramping hal ini terbukti dengan panjang standar
dari spesies ini 95 mm yang merupakan ukuran yang relatif kecil bila
dibandingkan dengan spesies yang lainnya, hal ini sama dengan literatur Azwar
(2007) bahwa spesies ini bertubuh ramping dan kuat.
Bunglon bertubuh
ramping dan kuat, ukuran tubuh mencapai 130 mm, ekor 440 mm, surai berdiri
tegak pendek dibagian tengkuk berjumlah antara 6-10 sisik. Warna, tubuh hijau
seragam dengan merah atau coklat bertukar kekuningan, abu-abu coklat atau
hitam, timpanum kelihatan jelas berwarna coklat tua (Azwar, 2007).
Pada tenggorokan atas berkantong kecil, selama
musim berkembangbiak jantan berwarna keemasan, merah atau merah tua di bagian
bibir, pipi dan tenggorokan, habitat umum di jumpai dihutan sekunder, belukar
bahkan di permukiman (Azwar, 2007).
4.1.7 Cyclemys dentata Gray, 1831
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Reptilia
Ordo : Chelonia
Family : Trionycidae Gambar 7. Cyclemys dentata
Genus : Cyclemys
Species : Cyclemys dentata Gray, 1831 (Iskandar, 2000)
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Reptilia
Ordo : Chelonia
Family : Trionycidae Gambar 7. Cyclemys dentata
Genus : Cyclemys
Species : Cyclemys dentata Gray, 1831 (Iskandar, 2000)
Dari praktikum
yang telah dilaksanakan maka didapat data sebagai berikut, Cyclemis
dentata memiliki karapaks dengan panjang karapaks 110 mm, lebar badan (LB)
9,8 mm, marginal series 12 buah, pleural series 4 buah, vertebral 5 buah.
Plaston dengan gular (penutup kepala) terbelah, terdapat humeral yang terpisah,
terdapat pectoral yang terpisah, terdapat abdorminal yang terpisah, terdapat
femural yang tepisah, terdapat anal yang terpisah, dan warna tubuh hitam.
Berdasarkan
data hasil praktikum yang didapat sesuai dengan Iskandar (2000) bahwaCyclemis dentata
adalah salah satu kura-kura yang hidup di air tawar, memiliki lima keping sisik
vertebral ditengah punggungny, keping ini terlihat menonjol pada punggungnya,
dan pada leher terdapat garis-garis memanjang kuning kemerahan.
Cyclemis dentata kura-kura
yang biasa hidup di air tawar; di sungai besar atau kecil yang mengalir lambat.
Panjang tempurungnya (karapas) mencapai 240 mm,
dengan lima buah keping sisik vertebral
di tengah punggungnya. Keping-keping vertebral ini memiliki lunas (tonjolan
memanjang), namun lunas ini cenderung menghilang setelah dewasa,
urutan panjang keping-keping itu
adalah 2 = 3 = 4 > 5 > 1. Lehernya
dengan garis-garis memanjang, kekuningan atau kemerahan.Keping-keping sisik pada
plastron (penutup dada dan perut)
dengan coretan-coretan radial berwarna kehitaman, tebal atau tipis sampai kabur (Iskandar, 2000).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari beberapa
uraian yang telah di bahas dalam pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dogania subplana
memiliki tubuh berwarna coklat, terdapat carapaks dan plastron lunak.
2. Gecko monarchus
memiliki tubuh berwarna coklat muda, terdapat bercak-bercak hitam. Jari-jari
kaki depan dan belakang dilengkapi dengan bantalan pengisap yang disebut scansor, yang terletak di sisi bawah
jari.
3. Hemydactylus platyurus memiliki tubuh berwarna cream pada bagian atas
dan bagian bawah berwarna krem. Bertubuh lebih kurus. Ekornya bulat, dengan
enam deret tonjolan kulit serupa duri, yang memanjang dari pangkal ke ujung
ekor.
4. Mabouya
multifasciata memiliki
tubuh berwarna coklat terang, pada bagian ventral berwarna putih. Badannya
tertutup oleh sisik sikloid yang sama besar, demikian pula dengan kepalanya
yang tertutup oleh sisik yang besar dan simetris.
5. Gonyochepallus grandis memiliki bentuk tubuh yang panjang dan ramping dengan warna kulit yang
berwarna belang-belang kuning kehijauan.
6. Bronchocella cristatella memiliki bentuk tubuh yang ramping dengan kulit yang berwana hijau.
7. Cyclemis dentata
adalah salah satu kura-kura yang hidup di air tawar, memiliki lima keping sisik
vertebral ditengah punggungny, keping ini terlihat menonjol pada punggungnya,
pada leher terdapat garis-garis memanjang kuning kemerahan.
4.2 Saran
Dalam
melaksanakan praktikum ini sebaiknya perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Teliti dalam melakukan pengamatan dan pengukuran
morfologi objek
tersebut.
2.
Lakukan
pembagian tugas untuk lebih mengefisiensikan waktu.
3.
Hal-hal
yang tidak dipahami dapat ditanyakan kepada asisten pendamping
DAFTAR PUSTAKA
Ario,
Anton. 2010. Panduan Lapangan Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango.Jakarta: Conservation International Indonesia.
Azwar, Ahmat, Gondanisam,
Mistar, Giyanto, M. N. Yasin, H. Kasim, Ambrianyah. 2007. Keanekaragaman Hayati (Mammalia, Burung,
Amphibia, Reptilia, Ikan Dan Vegetasi)
Pada Hutan Rawa Gambut di Area Mawas, Propinsi Kalimantan Tengah.
Carr,
a.1997. The Reptil. Virginia: The
time- life books Inc Alexandra.
Das, I.
& G. Ismail. 2001. A Guide to the Lizards of
Borneo. Online reference: Genus Gekko
Laurenti. ASEAN Review on Biodiversity and
Environmental Conservation (ARBEC).
Duméril, A.M.C. and G. Bibron.1836. Erpetologie
Générale ou Histoire Naturelle Complete des Reptiles.
Vol.3: 335. Libr. Encyclopédique Roret, Paris.
Djuhanda,
T. 1982. Analisa Struktur Vertebrata
Jilid I. Bandung: Armico.
Inger,
R.F. and R.B. Stuebing. 2005. A field guide to the frogs of Borneo.
Kinabalu: Natural History Publication (Borneo).
Iskandar, D. T. 2000. Buaya
dan Kura-kura Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.
Iskandar,
D.T. and E. Colijn. 2002. A checklist of southeast asian and new guinean reptiles.
Part I. Serpentes.Jakarta: Binamitra.
Jasin, M. 1992. Zoologi
Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Sinar Wijaya.
Kurniati, H. 2003. Mengenal
Jenis-Jenis Londok Di Taman Nasional Gunung Halimun. Pusat penelitian
biologi – LIPI.
Marthey,
V & w. Grossman. 1997. Amphibia and
Reptile. Sudestation. NTV Verlag :
Munster.
McCurley,
K. 1999. "New England Reptile" (On-line). Accessed Dec 7, 1999
at http://www.newenglandreptile.com.
Mirza,dkk.2010. Herpetologi. http://alasyjaaripb.files.wordpress.com/2008/11/pengenalan-herpetofauna_2008.doc.
16 Maret 2013
Pope,
CH. 1956. The Reptile World. London: Routledge
and Kegal Paul Ltd.
Pough,
F. H, et. al. 1998. Herpetology. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.
Rodrigues,
Maurice. 2003. The Complete Chelonian
Taxonomy List World Chelonian Trust. http://www.chelonia.org/Turtle_Taxonomy.htm.
diakses pada Maret 2013
Zug,
George R. 1993.Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and
Reptiles. Academic Press. London, p : 357 – 358.