Selasa, 24 September 2013

vertebrata reptilia non serpentes


PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan benua  Australia menyebabkan Indonesia dinobatkan sebagai negara megabiodiversitas kedua di dunia setelah Brazil yang juga memiliki jenis-jenis reptil yang beragam. Reptil ditemukan di semua pulau-pulau di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Reptil memiliki penyebaran yang lebih beragam. Reptil bersifat ektoterm dan poikilotherm  yang berarti mereka menggunakan sumber panas dari lingkungan untuk memperoleh energi. Beberapa reptil besar seperti buaya, penyu dan kadal besar bahkan mencapai tingkat homeothermy, yaitu suhu mereka tidak terlalu berfluktuasi dengan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh adanya proses giganthothermy, dimana hewan yang sangat besar akan mempertahankan suhu badan konstan dengan sedikit masukan dari lingkungan. Hewan poikilotherm memiliki metabolism rendah, Oleh karena itu, mereka mampu tidak makan dalam waktu yang relatif lama.  Sebagai contoh, beberapa jenis ular dapat makan hanya satu bulan sekali. (Mirza, 2010 ).
Reptilia merupakan sekelompok vertebrata yang menyesuaikan diri di tempat yang kering. Penandukan untuk menjaga banyak hilangnya cairan tubuh pada tempat yang kering. Namun, kelas ini diambil dari cara hewan berjalan yaitu reptum yang artinya melata atau merayap. Studi tentang reptil disebut herpetology. Reptil mempunyai ciri  tubuh dibungkus oleh lapisan yang menanduk (tidak licin) biasanya dengan karapace atau sisik, mempunyai dua pasang anggota gerak yang masing-masing lima jari dengan kuku-kuku yang cocok untuk berlari, mencengkeram dan naik pohon, skeleton mengalami penulangan secara sempurna, Tempurung kepala mempunyai satu concylus occipitalis, jantung tidak sempurna, terdiri atas empat ruang, dua auricula dan dua ventrikulus, pernapasan selalu dengan paru-paru, pada penyu bernapas juga dengan kloaka, mempunyai dua belas nevricranialis, suhu tubuh tergantung pada lingkungan (poikiloterm), fertilisasi internal, segmental secara meroblastik, Mempunyai membran embrionic (amnion, chorion, yolk sace dan alntois). Anak-anak lahir mirip dengan dewasa, tidak ada metamorfosis ( Jasin, 1992).
            Berdasarkan uraian itulah praktikum ini dilaksanakan untuk dapat mengerti jenis – jenis amphibi dan dapat membedakan ciri morfologis yang ada.Oleh karena itu, dalam praktikum ini kita membutuhkan pengetahuan tentang taksonomi dan proses-prosesnya seperti pembuatan klasifikasi dan identifikasi sehingga kita bisa memahami dan menyelesaikan pengamatan objek praktikum dengan baik.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum identifikasi, morfologi dan kunci determinasi kelas amphibia ini adalah mengetahui karakter-karakter umum dari sifat sifat kelas reptilia, mengetahui bentuk morfologi dari kelas reptiliaia, mengetahui karakter dan sifat-sifat untuk pengidentifikasian, pengklasifikasian dan mengetahui jenis-jenis dari kelas reptilian.


II.                TINJAUAN PUSTAKA
Reptilia menunjukkan kemajuan dibandingkan amphibia. Hal ini ditunjukkan dengan mempunyai penutup tubuh yang kering dan berupa sisik yang merupakan penyesuaian hidup menjauh air. Extremitas cocok untuk gerak cepat, adanya kecendrungan ke arah pemisahan darah yang beroksigen dalam jantung, sempurnanya proses penulangan, telur sesuai sekali untuk pertumbuhan darah, mempunyai membran dan cangkang guna untuk melindungi embrio. Bentuk luar tubuh reptilia bermacam-macam yaitu ada yang bulat pipih (kadal, buaya), umumnya tubuh dapat terbagi atas cephal, cervix, truncus dan caudal. Pada beberapa anggota ordo atau sub-ordo tertentu kulit dapat mengelupas atau melakukan pergantian kulit baik secara total yaitu pada anggota sub-ordo Ophidia dan pengelupasan sebagian pada anggota sub-ordo Lacertilia. Sedangkan pada ordo Chelonia dan Crocodilia sisiknya hampir tidak pernah mengalami pergantian atau pengelupasan.Kulit pada reptil memiliki sedikit sekali kelenjar kulit (Jasin, 1992).
Reptilia memiliki ciri – ciri khusus yaitu tubuh dibungkus oleh kulit kering yang menanduk (tidak licin), biasanya dengan sisik atau carapace, beberapa ada yang memiliki kelenjar dipermukaan kulit, dua pasang anggota extremitas yang masing-masingnya memiliki lima jari dengan kuku-kuku yang cocok untuk berlari, mencengkram dan naik pohon. Golongan reptilia yang masih hidup di air, kakinya menyerupai bentuk dayung bahkan pada ular tidak memiliki kaki sama sekali (Pope, 1956).
            Hewan-hewan reptilia kulitnya kering bersisik terdiri dari lempeng-lempeng tanduk (rangka luar dari bahan tulang). Umumnya mempunyai dua pasang kaki yang masing-masing mempunyai lima jari yang bercakar, tetapi pada jenis-jenis tertentu kakinya mereduksi atau tidak ada sama sekali. Jantungnya mempunyai empat ruangan dan kanan belum sempurna. Habitat di darat, air tawar dan laut, di daerah tropis dan temperata. Hidup pada zaman permian sampai sekarang (Djuhanda, 1982).
Squamata dibedakan menjadi tiga sub ordo yaitu subordo Lacertilia atau Sauria, Subordo Serpentes atau Ophidia dan subordo Amphisbaenia. Adapun ciri-ciri umum anggota ordo Squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari bahan tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang disebut molting. Sebelum mengelupas, stratum germinativum membentuk lapisan kultikula baru di bawah lapisan yang lama. Pada Subordo Ophidia, kulit atau sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan pada Subordo Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian.Bentuk dan susunan sisik-sisik ini penting sekali sebagai dasar klasifikasi karena polanya cenderung tetap. Pada ular sisik ventral melebar ke arah transversal, sedangkan pada tokek sisik mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum (Rodrigues, 2003).
Kura-kura dan penyu adalah hewan bersisik berkaki empat yang tergolong reptilia, Ordo testudinata (Chelonia) ini khas dan mudah dikenali atas dua bagian yaitu bagian yang menutupi punggung dinamakan karapace dan bagian bawah perut dinamakan plastron, kemudian setiap bagian ini terdiri dari dua lapis, bagian luar biasanya berupa sisik dan keras, sementara lapis bagian bawah dalam berupa lempeng yang tersusun rapat seperti tempurung, pengeecualian terdapat pada kelompok labi-labi yang lapis luarnya tiada bersisik dan digantikan oleh lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya (Marthey, 1997).
         Ordo sauria termasuk didalamya biawak, londok, tokek, dan cecak memiliki epidermis menanduk dan tubuh berbentuk silindris, hemipenis adalah ganda, makananya berupa insecta atau vertebrata lain (Jasin, 1992). Lacertilia umumnya adalah hewan pentadactylus dan bercakar, dengan sisik yang bervariasi. Sisik tersebut terbuat dari bahan tanduk namun ada pula yang sisiknya termodifikasi membentuk tuberkulum, dan sebagian lagi menjadi spina. Sisik-sisik ini dapat mengelupas. Pengelupasannya berlangsung sebagian dalam artian tidak semua sisik mengelupas pada saat yang bersamaan (Zug, 1993).
         Ordo Lacertilia secara umum berkembang biak dengan bertelur dan fertilisasinya secara internal. Biawak berkembang biak dengan bertelur. Sebelum mengawini betinanya, biawak jantan biasanya berkelahi terlebih dahulu untuk memperlihatkan penguasaannya. Telur-telur biawak disimpan di pasir atau lumpur di tepian sungai bercampur dengan daun-daun busuk dan ranting. Panas dari matahari dan proses pembusukan sarasah akan menghangatkan telur sehingga menetas (Zug, 1993).
         Ordo serpentes dikenal dengan keunikannya yaitu merupakan Reptilia yang seluruh anggotanya tidak berkaki (kaki tereduksi) dari ciri-ciri ini dapat diketahui bahwa semua jenis ular termasuk dalam ordo ini. Ciri lain dari ordo ini adalah seluruh anggotanya tidak memiliki kelopak mata. Sedangkan fungsi pelindung mata digantikan oleh sisik yang transparan yang menutupinya. Berbeda dengan anggota Ordo Squamata yang lain, pertemuan tulang rahang bawahnya dihubungkan dengan ligament elastis (Zug, 1993).
Ordo Chelonia memiliki ciri-ciri tubuh bulat pipih dan umumnya relatif besar, terbungkus oleh perisai. Perisai sebelah dorsal cembung disebut carapace, sedang perisai di sebelah ventral datar disebut plastron. Kedua bagian perisai ini digabungkan pada bagian lateral bawah, dibungkus oleh kulit dengan lapisan tanduk yang tebal. Hewan ini tidak memiliki gigi, tapi rahang berkulit tanduk sebagai gantinya. Tulang kuadrat pada cranium mempunyai hubungan bebas dengan rahang bawah, sehingga rahang bawah mudah digerakkan. Tulang rahang bagian belakang thorax dan tulang rusuk biasanya menjadi satu dengan perisai, ovipar, telur yang diletakkan dalam lubang pasir atau tanah.Extremitas sebagai alat gerak, baik di darat ataupun air. Kloaka dapat berfungsi dalam  pernafasan di air (Marthey, 1997).
Ordo Rhynchocephalia yang masih hidup sampai sekarang mempunyai bentuk seperti kadal, berkulit tanduk dan bersisik, bergranula dan punggungnya memiliki duri yang pendek.Tulang rahang mudah digerakkan. Columna vertebralisnya adalah amphicoela, memiliki costae abdominalis.Spesies ini tidak terdapat di Indonesia. Contoh yang masih hidup sampai sekarang adalah Sphenodon punctatum atau sering disebut dengan Tuatura. Spesies ini memiliki panjang kurang lebih tiga puluh inchi (Iskandar, 2000).
Crocodilia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara reptil lain. Kulit mengandung sisik dari bahan tanduk.Kepala berbentuk piramida, keras dan kuat, dilengkapi dengan gigi-gigi runcing bertipe gigi tecodont.Mata kecil terletak di bagian kepala yang menonjol ke dorso-lateral. Pupil vertikal dilengkapi selaput mata, tertutup oleh lipatan kulit yang membungkus tulang sehingga lubang tersebut hanya nampak seperti celah.Lubang hidung terletak pada sisi dorsal ujung moncong dan dilengkapi dengan suatu penutup dari otot yang dapat berkontraksi secara otomatis pada saat buaya menyelam.Ekor panjang dan kuat. Tungkai relatif pendek tetapi cukup kuat. Tungkai belakang lebih panjang, berjari 4 dan berselaput. Tungkai depan berjari 5 tanpa selaput (Iskandar, 2000).

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum identifikasi, morfologi dan kunci identifikasi reptilia ini dilaksanakan pada hari Senin 18 Maret 2013 di Laboratorium Taksonomi Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan
Pada praktikum identifikasi, morfologi dan kunci determinasi kelas reptilia ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk membantu dalam praktikum antara lain bak bedah, vernier caliper, penggaris, timbangan digital dan alat tulis.  Bahan atau objek yang di pakai adalah Eutropis rudis, Hemidactylus platyurus, Gecko monarchus, Dagonia subplana, Cyclemys dentata, Gonyocephalus grandis, Bronchocella cristatella.

3.3 Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum kali ini adalah, pertama reptilia yanga akan ndiamati diletakkan pada bak bedah yang telah disediakan dengan kepala menghadap ke kiri, lalu dilakukan pengamatan morfologis pada reptilia tersebut dimana pengamatan ini meliputi perhitungan sebagai berikut, lebar kepala, panjang standar, panjang badan, panjang ekor, panjang lengan depan, panjang lower fet length depan, floot, panjang lengan belakang, panjang TFL (tuberkulus pada lateral fold),  floot, panjang kepala, tebal kepala dan warna tubuh kemudian buat klasifikasinya secara lengkap serta buat kunci determinasinya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi
4.1.1 Eutropis rudis Kuhl, 1820
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Cordata
Subfilum         : Vertebrata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Squamata
Famili              : Scincidae                                                   Gambar 1. Eutropis rudis
Genus              : Eutropis                                                       
Spesies : Eutropis rudis Kuhl, 1820 (Das, 2001)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatkan data sebagai berikut, kadal ini  memiliki panjang kepala (PK) 21,4 mm, lebar kepala (LK) 14,4 mm, panjang badan (PB) 79,4 mm, panjang ekor (PE) 186 mm, panjang standar 88 mm, panjang lengan depan (PLD) 105 mm, panjang LFL depan 8,4 mm, floot depan 12 mm, panjang lengan belakang 15 mm, panjang LFL belakang 10,6 mm, floot belakang 15,2 mm, tebal kepala(-). Eutropis rudis memiliki tubuh dorsal berwarna peruggu, pinggir coklat dan abdominal kuning.
Kadal ini hidup di daerah tanah basah atau lembab. Tubuhnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala (caput) yang terdiri dari mata, lubang hidung dan telingga. Badan (truncus) yang terdiri dari telingga hingga kloaka dan yang terakhir yaitu bagian ekor (cauda) yang memiliki bentuk bulat meruncing ke ujung. Kadal mempunyai sepasang anggota depan (extrimitas anterior) dan sepasang anggota belakang (extrimitas posterior). Masing-masing terdiri atas lima jari dan kuku-kuku yang cocok untuk berlari, mencengkeram, dan naik ke pohon (Pough, 1998).
            Tubuh Eutropis rudis memanjang tertekan lateral, kaki empat, kuat dapat digunakan untuk memanjat.madibula bersatu dengan anterior. Tulang pterigoid berkotak dengan tulang kuadrat. Kelopak mata dapat digerakkan. Sabuk pektoral berkembang dengan baik. Mulut lengkap. Mempunyai kandung kemih. Gendang telinga terlihat dari luar. Ekornya digunakan untuk keseimbangan gerak ketika berlari. Kulit tertutup sisik yang tersusun seperti susunan genting, sisik-sisik ini lunak. Terdapat 3.000 spesies, ekor tidak menulang secara sempurna, ekor mudah putus, tetapi cacat mengalami regenerasi. Columna vertebrae terbagi menjadi servikal, toraks, lumbar, sacral, dan kaudal. Ada tulang rusuk yang bebas. Tulang-tulang sebagian terdiri atas kartilago. Kolumna vertebralis dengan otot-otot segmental yang nampak jelas (Djarubito, 1996).

4.1.2 Hemidactylus platyurus Dumeril & Bibron, 1836
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Sub Filum        : Vertebrata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Squamata
Family             : Geckonidae                                           Gambar 2. Hemidactylus platyurus
Genus              : Hemidactylus
Spesies : Hemidactylus platyurus Dumeril & Bibron, 1836 (Weber, 1995)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatkan data sebagai berikut, Hemydactylus platyurus memiliki panjang kepala (PK) 19 mm, lebar kepala (LK) 15 mm, panjang badan (PB) 46,8 mm, panjang ekor (PE) 70,1 mm, panjang standar 60 mm, panjang lengan depan (PLD) 9 mm, panjang LFL depan 7 mm, floot depan 7 mm, panjang lengan belakang 12 mm, panjang LFL belakang 12 mm, floot belakang 10 mm, tebal kepala 15, warna tubuh cream.
Pengamatan yeng dilakukan sedikit mirip dengan deskripsi dari Iskandar(2000) bahwa Hemydactylus platyurus yang biasa menempel di dinding ataupun di loteng, memiliki warna kepala cream, warna pada mulut coklat, memiliki gigi dengan tipe acrodont, bagian punggung berwarna abu-abu, memiliki hemiclitoris, bagian perut berwarna kuning. Jenis ini sangat umum dijumpai, dikenal sebagai cicak rumah biasa, terutama dijumpai sekitar perumahan. Seringkali terlihat aktif di siang hari. Jenis ini terdistribusi sangat luas, yaitu meliputi Asia Selatan, Thailand, Malaysia, Indonesia, Philiphina, Papua New Guinea, Australia and Pasifik dan di Halmahera dijumpai di Halamahera Barat, Timur dan Selatan (Iskandar, 2000).
Cicak rumah yang diamati pada praktikum ini adalah cecak rumah yang biasa menempel di dinding ataupun di loteng, memiliki warna kepala abu-abu gelap, warna pada mulut coklat, memiliki gigi dengan tipe acrodont, bagian punggung berwarna abu-abu dengan bercak hitam, memiliki hemiclitoris, bagian perut berwarna kuning coklat. (McCurley, K. 1999)
Sama halnya dengan kadal, cecak juga termasuk ordo sauria memiliki ciri-ciri tulang-tulang quadratum yang melekat pada tengkorak, sedangkan bagian ujungnya bebas, lengkung temporal ada, atau menghilang, dua belahan dari ujung bawah bersatu pada bagian depan dengan kokoh, gigi tidak ada dalam alveoli (Iskandar, 2000)

4.1.3 Dogonia subplana Geoffroy, 1809
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Cordata
Subfilum         : Vertebrata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Chelonia
Famili              : Trionycidae                                                Gambar 3. Dogonia subplana
Genus              : Dogania                                                        
Spesies : Dogonia subplana Geoffroy, 1809 (Iskandar, 2000)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatkan data sebagai berikut: Dogania subplana memiliki karapaks, panjang 190 mm, lebar kepala 145 mm, panjang kepala 120 mm, panjang ekor 25 mm, panjang kaki belakang 105 mm, panjang kaki depan 100 mm, warna tubuh hitam.  
Labi-labi termasuk ordo dari Chelonia (Penyu), berdasarkan dari ciri-ciri dari ordo ini adalah , reptil dengan skeleton yang sebagian bermodifikasi menjadi karapks (perisai dorsal) dan plastron (persai ventral). Rahang-rahang tidak bergigi, tetapi berzat tanduk. Hidup dilaut, di air tawar, atau di darat. Tubuh lebar, karapaks keras dan bersatu di sisi tubuh dengan plastron. Perisai tertutup dengan skutum polygonal. Tulang kuadrat tidak dapat digerakkan. Rusuk-rusuk bersatu dengan perisai dorsal. Anus berupa celah mellintang (Djarubito, 1996).
Menurut Salsabila (1986) labi-labi hidup di rawa-rawa, danau, sungai dan dapat pula hidup di kolam yang suhu airnya berkisar 25-30 o C.  Habitat yang disukai  adalah perairan tergenang  dengan dasar perairan lumpur berpasir , terdapat batu-batuan dan tak terlalu dalam. Labi-labi biasanya menyukai perairan yang banyak dihuni oleh hewan air (molusca, ikan, crustacea dan lain-lain) serta  pada permukaan airnya terdapat tumbuh-tumbuhan air seperti enceng gondok, salvinia, monochorida, teratai dan lain-lainnya karena dapat menjadi bahan makanan di dalam air.
Labi-labi berkembang biak dengan bertelur (ovivar). Alat reproduksi labi-labi jantan berupa  penis yang terletak pada dinding ventral rotodenum dan pembuahan dilakukan secara internal.  Untuk membedakan labi-labi jantan dan betina secara mudah dapat dilihat dari bentuk ekor. Pada labi-labi jantan bentuk ekor memanjang sehingga ujungnya banyak terlihat diluar cangkangnya, Sebaliknya pada labi-labi betina bentuk ekor lebih pendek sehingga tidak tampak di luar cangkangnya. Kematangan gonad biasanya  terjadi pada bulan Mei dan Juni pada saat temperatur air berkisar 20 o C, dua  minggu kemudian betina akan memijah dan kemudian bertelur di darat di tempat yang berpasir (Iskandar, 2000).

4.1.4 Gekko monarchus Schlegel, 1836
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Squamata
Family             : Gekkonidae  
Genus              : Gekko                                               Gambar 4. Gekko monarchus
Species            : Gekko monarchus Schlegel, 1836
(Dumeril, 2011)
Dari hasil pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut lebar kepala 17, 5 mm, panjang standar 83 mm, panjang badan 48 mm, panjang ekor 85 mm, panjang lengan depan 11 mm, Panjang LFL 11 mm, floot depan 9 mm, panjang lengan belakang 15 mm, panjang LFL belakang 13 mm, floot belakang 12 mm, panjang kepala 15 mm, tebal kepala 9,4 mm dan warna tubuh atas coklat bintik hitam dan putih warna tubuh bagian belakang cream.
Berdasarkan data diatas dapat diamati bahwa ukuran dari pada s[pesies ini berukuran panjang dengan ekor yang berbentuk gepeng (silinder), habitat dari spesies yang menjadi objek praktikum di temukan pada pemukiman manusia atau biasa disebut tokek rumah, hal ini sama dengan literatur Azwar (2007) bahwa spesies ini merupakan tokek rumah yang ukurann tubuhnya panjang dengan bentuk ekor yang silinder.
            Tokek rumah berukuran panjang mencapai 95 mm, dan ekor 110 mm. Tubuh berbintil-bintil berbentuk kerucut tajam, tenggorokan dengan sisik datar, bagian bawah tubuh bersisik sedang, dan tumpang tindih, jantan dengan femoral pore berpasangan panjang tiga puluh dua sampai empat puluh (Azwar, 2007).
            Pada bagian ekor pada spesies ini berbentuk selinder, sedikit gepeng, bulatan cincin (ring) tertutup oleh bintil-bintil, setiap ring tersusun oleh dua belas sampai empat belas baris sisik atas, tungkai berbintil-bintil, lamellae berlekuk. Warna abu-abu, bintil-bintil hitam, dua pasang bintil memanjang tubuh bagian atas, ekor gelap atau dengan garis berwarna terang, bagian bawah keputihan, setiap sisik terdapat titik coklat gelap. Menempati habitat permukiman. Persebaran: Kalimantan (Mantangai) (Azwar, 2007).
4.1.5 Gonyocephalus grandis Gray, 1845
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Kelass              : Reptilia
Ordo                : Squamata
Family             : Agamidae
Genus              : Gonyocephalus                                 Gambar 5. Gonyocephalus grandis
Species            : Gonyocephalus grandis Gunther, 1867
(Gray, 1845)
Hasil data yang diperoleh kelompok 8 dalam pengukuran dan perhitungan karakter-karakter Gonocephalus grandis (forest drgon) adalah sebagai berikut: lebar kepala 8,41 mm, panjang standar 124 mm, panjang badan 463 mm, panjang ekor 340  mm, panjang lengan depan 24 mm, panjang lower  fet length depan 33 mm, floot 25 mm, panjang lengan belakang 38 mm, panjang LFL belakang 33 mm, floot 40 mm, panjang kepala 41 mm, tebal kepala 16,45 mm, dan warna tubuh coklat belang-belang dengan kuning kehijauan.
Berdasarkan data diatas  didapatkan bahwa bentuk dari spesies ini panjang dan ramping dengan panjang tubuh 463 mm yang merupakan pembeda dari spesies lainnya yang hanya punya panjang tubuh berkisar dibawah 50 mm, pada bagian  kulit dari spesies ini berwarna belang-belang kehijauan, hal ini sama dengan literatur Azwar (2007) bahwa marga ini dicirikan oleh badan ramping.
            Marga ini dicirikan oleh badan ramping, sisik ventral lebih besar dari sisik dorsal, sisik dorsal biasanya terdapat sisik kasar tersebar dipermukaan tubuh, menempati habitat dari hutan primer sampai hutan sekunder (Azwar, 2007).
            Ukuran panjang dari moncong sampai ventral 55 mm, ekor 405 mm, moncong lebih panjang dari pada lingkar mata, bibir atas dan bawah 10 atau 13, surai bagian atasnya terpisah.Warna, coklat atau hijau pudar bagian atas, seragam atau bergais-garis melintang, bagian sisi bergaris coklat atau berbintik-bintik kuning, betina mempunyai garis gelap dari belakang mata sampai timpanum bertemu dengan warna terang, bagian bawah kecoklatan atau kekuningan, tenggorokan kadang-kadang dengan garis gelap (Azwar, 2007).
4.1.6 Bronchocella cristatella Kuhl, 1820
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Squamata
Family             : Agamidae
Genus              : Bronchocella                                     Gambar 6. Bronchocella cristatella
Species            : Bronchocella cristatella Kuhl, 1820
(Kurniati, 2003)
Hasil data yang diperoleh kelompok 8 dalam pengukuran dan perhitungan karakter-karakter Brochocella cristatella (kalilaso) adalah sebagai berikut: lebar kepala 13 mm, panjang standar 95 mm, panjang badan 65 mm, panjang ekor 32  mm, panjang lengan depan 20 mm, panjang lower  fet length depan 15 mm, floot 24 mm, panjang lengan belakang 25 mm, panjang LFL belakang 29 mm, floot 25 mm, panjang kepala 25 mm, tebal kepala 13 mm, dan warna tubuh hijau.
            Berdasarkan data diatas tampak bahwa spesies ini memiliki tubuh yang ramping hal ini terbukti dengan panjang standar dari spesies ini 95 mm yang merupakan ukuran yang relatif kecil bila dibandingkan dengan spesies yang lainnya, hal ini sama dengan literatur Azwar (2007) bahwa spesies ini bertubuh ramping dan kuat.
            Bunglon bertubuh ramping dan kuat, ukuran tubuh mencapai 130 mm, ekor 440 mm, surai berdiri tegak pendek dibagian tengkuk berjumlah antara 6-10 sisik. Warna, tubuh hijau seragam dengan merah atau coklat bertukar kekuningan, abu-abu coklat atau hitam, timpanum kelihatan jelas berwarna coklat tua (Azwar, 2007).
            Pada  tenggorokan atas berkantong kecil, selama musim berkembangbiak jantan berwarna keemasan, merah atau merah tua di bagian bibir, pipi dan tenggorokan, habitat umum di jumpai dihutan sekunder, belukar bahkan di permukiman (Azwar, 2007).
4.1.7 Cyclemys dentata Gray, 1831
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phylum             : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Class                : Reptilia
Ordo                : Chelonia 
Family             : Trionycidae                                                  Gambar 7. Cyclemys dentata
Genus              : Cyclemys                                                    
Species            : Cyclemys dentata
Gray, 1831 (Iskandar, 2000)
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka didapat data sebagai berikut, Cyclemis dentata memiliki karapaks dengan panjang karapaks 110 mm, lebar badan (LB) 9,8 mm, marginal series 12 buah, pleural series 4 buah, vertebral 5 buah. Plaston dengan gular (penutup kepala) terbelah, terdapat humeral yang terpisah, terdapat pectoral yang terpisah, terdapat abdorminal yang terpisah, terdapat femural yang tepisah, terdapat anal yang terpisah, dan warna tubuh hitam.
            Berdasarkan data hasil praktikum yang didapat sesuai dengan Iskandar (2000) bahwaCyclemis dentata adalah salah satu kura-kura yang hidup di air tawar, memiliki lima keping sisik vertebral ditengah punggungny, keping ini terlihat menonjol pada punggungnya, dan pada leher terdapat garis-garis memanjang kuning kemerahan.
Cyclemis dentata kura-kura yang biasa hidup di air tawar; di sungai besar atau kecil yang mengalir lambat. Panjang tempurungnya (karapas) mencapai 240 mm, dengan lima buah keping sisik vertebral di tengah punggungnya. Keping-keping vertebral ini memiliki lunas (tonjolan memanjang), namun lunas ini cenderung menghilang setelah dewasa, urutan panjang keping-keping itu adalah 2 = 3 = 4 > 5 > 1. Lehernya dengan garis-garis memanjang, kekuningan atau kemerahan.Keping-keping sisik pada plastron (penutup dada dan perut) dengan coretan-coretan radial berwarna kehitaman, tebal atau tipis sampai kabur (Iskandar, 2000).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah di bahas dalam pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.    Dogania subplana memiliki tubuh berwarna coklat, terdapat carapaks dan plastron lunak.
2.    Gecko monarchus memiliki tubuh berwarna coklat muda, terdapat bercak-bercak hitam. Jari-jari kaki depan dan belakang dilengkapi dengan bantalan pengisap yang disebut scansor, yang terletak di sisi bawah jari.
3.    Hemydactylus platyurus  memiliki tubuh berwarna cream pada bagian atas dan bagian bawah berwarna krem. Bertubuh lebih kurus. Ekornya bulat, dengan enam deret tonjolan kulit serupa duri, yang memanjang dari pangkal ke ujung ekor.
4.    Mabouya multifasciata memiliki tubuh berwarna coklat terang, pada bagian ventral berwarna putih. Badannya tertutup oleh sisik sikloid yang sama besar, demikian pula dengan kepalanya yang tertutup oleh sisik yang besar dan simetris.
5.    Gonyochepallus grandis memiliki bentuk tubuh yang panjang dan ramping dengan warna kulit yang berwarna belang-belang kuning kehijauan.
6.    Bronchocella cristatella memiliki bentuk tubuh yang ramping dengan kulit yang berwana hijau.
7.    Cyclemis dentata adalah salah satu kura-kura yang hidup di air tawar, memiliki lima keping sisik vertebral ditengah punggungny, keping ini terlihat menonjol pada punggungnya, pada leher terdapat garis-garis memanjang kuning kemerahan.

4.2 Saran
Dalam melaksanakan praktikum ini sebaiknya perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.      Teliti dalam melakukan pengamatan dan pengukuran morfologi objek tersebut.
2.      Lakukan pembagian tugas untuk lebih mengefisiensikan waktu.
3.      Hal-hal yang tidak dipahami dapat ditanyakan kepada asisten pendamping



DAFTAR PUSTAKA


Ario, Anton. 2010. Panduan Lapangan Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.Jakarta: Conservation International Indonesia.
Azwar, Ahmat, Gondanisam, Mistar, Giyanto, M. N. Yasin, H. Kasim, Ambrianyah. 2007. Keanekaragaman Hayati (Mammalia, Burung, Amphibia, Reptilia, Ikan Dan   Vegetasi) Pada Hutan Rawa Gambut di Area Mawas, Propinsi Kalimantan Tengah.
Carr, a.1997. The Reptil. Virginia: The time- life books Inc Alexandra.
Das, I. & G. Ismail. 2001. A Guide to the Lizards of Borneo. Online reference: Genus Gekko Laurenti. ASEAN Review on Biodiversity and Environmental Conservation (ARBEC).
Duméril, A.M.C. and G. Bibron.1836. Erpetologie Générale ou Histoire Naturelle Complete des Reptiles. Vol.3: 335. Libr. Encyclopédique Roret, Paris.
Djuhanda, T. 1982. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I. Bandung: Armico.
Inger, R.F. and R.B. Stuebing. 2005. A field guide to the frogs of Borneo. Kinabalu: Natural History Publication (Borneo).
Iskandar, D. T. 2000. Buaya dan Kura-kura Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.
Iskandar, D.T. and E. Colijn. 2002. A checklist of southeast asian and new guinean reptiles. Part I. Serpentes.Jakarta: Binamitra.
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Sinar Wijaya.
Kurniati, H. 2003. Mengenal Jenis-Jenis Londok Di Taman Nasional Gunung Halimun. Pusat penelitian biologi – LIPI.
Marthey, V & w. Grossman. 1997. Amphibia and Reptile. Sudestation. NTV Verlag  : Munster.
McCurley, K. 1999. "New England Reptile" (On-line). Accessed Dec 7, 1999 at http://www.newenglandreptile.com.
Mirza,dkk.2010. Herpetologi. http://alasyjaaripb.files.wordpress.com/2008/11/pengenalan-herpetofauna_2008.doc. 16 Maret 2013
Pope, CH. 1956. The Reptile World. London: Routledge and Kegal Paul Ltd.
Pough, F. H, et. al. 1998. Herpetology. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.
Rodrigues, Maurice. 2003. The Complete Chelonian Taxonomy List World Chelonian Trust. http://www.chelonia.org/Turtle_Taxonomy.htm. diakses pada Maret 2013
Zug, George R. 1993.Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles. Academic Press. London, p : 357 – 358.